About me

Selasa, 13 November 2012

wanita perkasa

Segenap syukur kuhaturkan padaMu
Hari ini aku pulang. Mencium aroma kesegaran kota Serang
***********************************
Jauh sebelum kepulangan ini, ku atur jadwalku untuk di rumah. Ku atur mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Ku atur untuk menggantikan tugas ibu di rumah. Ku atur sebagai pengganti jam-jamku yang jauh dari ibu. Ku atur agar ibu bisa beristirahat dengan kehadiranku. Ku atur agar ibu tidak terlalu lelah.

Fajar itu, aku ingin membuktikan waktu-waktu yang sudah kuatur jauh sebelum kepulangan ini.
Ibu, aku malu..

Kau bangun lebih awal untuk membangunkanku sholat malam.
Ibu, aku malu.
Kelelahanku selama perjalanan membuatku melanjutkan istirahat seusai subuh.
Tapi ibu, ibu dengan sigap menyiapkan sarapan.
Lagi-lagi ibu yang membangunkanku, padahal sudah ku atur jadwalku untuk menyiapkan sarapan untukmu.
Ibu, lagi-lagi kau terus bergerak mengerjakan yang lain. Menyiapkan segala kebutuhan kami
Ibu, banyak sekali aktivitasmu di pagi itu. Padahal, kau pun harus mempersiapkan diri untuk ke sekolah.
Pagi itu, ratusan murid SD menunggu di sekolah.
Kau bergerak cepat agar tidak terlambat mendidik mereka.
Ibu, aku malu pagi ini tidak bisa menggantikanmu menyiapkan segalanya.

Siang itu, saat ibu pulang dari sekolah ku berharap agar ibu beristirahat barang sejenak.
Tapi tidak. Lagi-lagi ibu terus bergerak menyiapkan segala kebutuhan kami.
Ibu, kapankah kau beristirahat?
Siang itu, ibu pun masih sempat untuk membantu tetangga yang sedang mengadakan hajatan. Memasak disana, mencuci piring, bahkan mengangkat makanan bersama ibu-ibu yang lain.
Kau terus bergerak hingga larut malam.

Ibu, kapankah kau beristirahat?

Guratan di wajahmu semakin jelas terlihat
Keriput di tanganmu semakin jelas terasa
Uban di rambutmu semakin bertambah lebat.
Ibu, fisikmu semakin bertambah tua
Tapi kulihat jiwamu semakin kuat
Kau menunjukkan ketegaran yang sempurna
Kau mengajarkan kesabaran tiada tara
Ibu, kau sungguh wanita perkasa

Saat itu, ibu bercerita kapan aku mulai bisa berjalan..
Ibu, aku lupa… kapankah masa itu, masa ketika aku mulai melangkah
Tapi ibu ingat.. ibu menuntunku dengan penuh kesabaran Ibu pun bercerita, saat pertama kali aku bisa bicara
Ah, lagi-lagi aku lupa.. kapankah masa itu, masa ketika aku mulai mengucapkan sebuah kata
Tapi ibu ingat, ibu mengajarkanku perkataan yang baik-baik saja

Ibu, lagi-lagi kau bercerita saat aku pertama kali masuk sekolah. Bertemu teman-teman. Melihat aku menangis saat ibu mulai melangkah keluar sekolah meninggalkanku.
Ibu, kau bercerita saat pertama kali anaknya berprestasi di sekolah. Pulang membawa piala, mencium, memeluk, bahkan menangis senang.
Ibu, untuk kesekian kalinya kau bercerita tentang masa laluku
Ibu bercerita betapa aku menangis menjerit saat terjatuh dan mengucurkan darah begitu banyak di kepala hingga harus dijahit berkali-kali.
Ibu, kau selalu ingat. Kenangan itu tersimpan rapi dalam memori ibu.

Tapi, ibu lupa. Ibu lupa kalau kesehatan ibu juga harus selalu dijaga. Ibu lupa, kalau ibu harus banyak beristirahat. Ibu lupa, kapan saat memposisikan diri tidak harus menjadi yang terakhir untuk mengutamakan kami.

Ibu, maafkan aku. Maaf yang kadang tidak ingin mencabut uban ibu. Karena semakin sering dicabut, semakin banyak uban itu tumbuh. Maaf yang tak pernah manis membuat teh manis atau yang selalu protes saat ibu banyak memakan nasi. Karena kadar gula ibu sudah terlalu tinggi. Maaf yang selalu cerewet meminta ibu untuk kontrol kesehatan ke rumah sakit. Maaf ibu.

Ibu, banyak sekali pertanyaan yang tak perlu ibu jawab Ibu, kapankah ibu beristirahat?
Ibu, mengapa harus selalu menjadi yang terakhir demi mengutamakan kami?
Ibu, kenapa cerewet sekali menanyakan aku sudah makan atau belum?
Ibu kenapa selalu melarangku berlari kencang saat kecil?
Ibu, kenapa selalu memukulku saat tidak mau pergi sekolah TPA?
Ibu, kenapa menangis saat aku sakit?
Ibu, kenapa selalu khawatir saat aku belum pulang dari sekolah?
Ibu, kenapa selalu menyakan aku masih ada uang atau tidak?
Ibu, kenapa selalu menanyakan kesehatanku? Dan saat aku balik bertanya ibu selalu menjawab baik-baik saja, padahal jelas-jelas ibu sedang batuk.

Ibu… Saat ku mulai mengetahui jawabannya..
Seribu terima kasih rasanya tidak cukup untuk membalasnya..
Berjuta kata maaf tidak adil untuk menebusnya..
Aku menunjuk diriku sendiri, inilah hikmah yang diajarkan Rosulullah untuk mengutamakan ibu hingga beliau mengulangnya tiga kali.. Ibu,

Ridho Allah ada pada Ridho mu

Ya Allah.. Ampunilah segala dosa ibuku
Sayangi Ibu sebagaimana ibu menyayangiku sewaktu aku kecil..
Aamiin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar