About me

Selasa, 02 Februari 2016

geming

katamu dewasa adalah pilihan

dan aku memilihnya

sedikit demi sedikit kelindan mulai muncul di sudut itu

Sialnya aku lupa bersikap kekanakan

bisakah kau saja menjadi kekanakan barang sejenak?

atau pun kau lupa?

hingga kini

geming adalah kita

Jumat, 28 Agustus 2015

waktu

jika ini tentang rindu
kembalilah hidup
menghidupi waktu

jika ini tentang sabar
lanjutkanlah perjalanan
menziarahi jejak

jika ini tentang syukur
isilah oase-oase hati
dengan cinta dan sayang

dan ini tentang waktu
yang terus bergerak
di masa tua bumi

Rabu, 22 Oktober 2014

ruang pikir



Lantainya berliku seperti labirin. Dindingnya tipis hanya terlewat celah udara. Bukannya tidak mengerti alur aliran berpikir. Mungkin memang beginilah polanya. Banyak kata yang meloncat, tak sedikit memori yang menguap. Barangkali ia terbawa oleh keridakfokusan yang sering mengintip. Atau berebut antrian dengan kata demi kata di balik pintu. Semuanya mengalir melalui ruang ini. Hilir mudik tak karuan. Di ruang ini semuanya terekam. Meski sebentar, tapi ia pernah singgah. Semoga besok hadir di saat yang tepat. Saat soal-soal ditampakkan, ruang inilah yang diharapkan. Muncul satu-persatu sebagai jawaban. Ah, setelah sekian lama, kembali berkutat dengan ujian tengah semester.
Ya Allah mudahkanlah

Rabu, 27 Agustus 2014

biru #2



Kawan, ingin rasaku mengajakmu ke laut. Tak perlu ke tengah cukup di pinggir saja. Di atas pasir pantai yang putih dan lembut. Tak perlu membasahi diri dengan kuyup. Cukup bermain riak kecil yang menebur kerikil. Akan kutemani kau duduk, hingga tinggi kepalamu searah dengan garis horizon yang kulihat.
Kawan, ingin satu titikku ada dalam pandangmu. Menyaksikan birunya laut yang dihamparkan. Merasakan luasnya laut selapang hati kita. Tak perlu ada rongga, sekat, apalagi batas. Berkali deburan ombak, menampakkan kekuatan. Berjuta buih yang diterbangkan, melembutkan sentuhan.
Kawan, lihatlah di titik yang sama. Ada birunya langit yang dibentangkan. Bukankah seharusnya ia lebih tinggi? Tapi ia searah dengan garis horizon yang kau lihat. Ia terbentang menyelimuti kita. Tanpa batas. Meninggikan asa, cita, dan cinta yang musykil menjadi ada.

Selasa, 26 Agustus 2014

aparat-keparat




Saya teringat. Tentang sebuah janji yang mengikat. Mengikat mereka dengan segenap rakyat. Rakyat yang melarat. Awalnya terlihat taat. Sibuk meramu undang-undang yang dibuat. Setelah dibuat, orang lain yang disuruh taat. Ini seperti sebuah sekat. Sekat yang panjangnya sudah teramat sangat. Aparat keparat. Ingin sekali berteriak “kalian bejat!!”, oh tapi itu sungguh tidak bermartabat.

Lihat! Lihat! Apa yang mereka perbuat. Tidak takutkah merekah pada akhirat. Yang balasannya berlipat-lipat. Hey kau aparat! Segeralah bertaubat! Keberadaanmu seperti lintah darat. Membuat rakyat semakin melarat. Tambah melarat. Dan terus melarat. Heyy Indonesia sedang sekarat!. Jangan pura-pura tidak melihat. Percuma undang-undang yang telah kalian buat. Jika akhirnya kalian sendiri yang tidak taat.

Oh.. sebenarnya hidup di negeri apalah aku ini. Yang benar didzolimi, yang dzolim tidak dibenahi. Bagaimanakah negeri ini bisa mandiri. Jika kebenaran ditutupi, sementara kecurangan ada disana sini

Hmm.. sebenarnya hidup di negeri apalah aku ini. Keinginan asing diikuti. Harga diri dikhianati. Bagaimanakah negeri ini bisa mandiri. Penguasa korupsi. Rakyat gigit jari.

Cih.. sebenarnya hidup di negeri apalah aku ini. Banyak yang hanya bisa mengometari. Tapi sedikit yang memberi solusi. Semuanya berlomba-lomba menyalahi. Tapi tak kunjung memperbaiki diri.

Ah, negatif sekali. Lebih baik disudahi saja, Ti. Segeralah berkontribusi untuk negeri. Yuk mariii…