About me

Rabu, 24 Oktober 2012

dialek cinta #2


Seorang pujangga cinta pernah berkata: seni mencintai adalah memberi, bukan menerima, ia adalah berbagi, tidak egois. Sebuah pengejawantahan di alam jiwa untuk menyempurnakan entitas murni dari sebuah definisi cinta. Cinta menjalin jiwa-jiwa tulus dalam kelembutan yang selalu mampu menumbuhkan keterbukaan. Ia akan dengan takzim menyebutkan kesalahan secara objektivitas. Energi cinta selalu memicu untuk saling membersamai lalu bergerak dalam ritme yang seirama. Sejatinya, hubungan yang dilandasi atas dasar cinta, akan bersifat mutualisme. Ia akan saling memberi, menjaga, dan mempertahankan apa saja yang dicintainya.




 Keterlibatan esensi yang menemani perjalanan panjang selama ini, akan menjadi riak kecil dalam lipatan syaraf memori. Ia akan tersimpan rapi dalam hipotalamus yang terhubung dengan sistem syaraf dan sistem endokrin. Bahkan, lebih rapi dari laporan akhir keuangan organisasi nasional yang dibuat tiga hari tiga malam (-___-!). Karakter dan perbedaan yang dimiliki, akan mempercantik esensi keterlibatan tersebut. Bahkan, percayalah nilai setitik yang berada dalam keterlibatan itu akan ditampilkan di atas kanvas yang lebih lengkap. Tidak kurang, tidak lebih. Maka, ingin rasanya melukis yang indah-indah saja. Tidak ingin menodai kanvas sendiri apalagi milik yang lain.
 
Karakter yang membedakan itulah yang justru dapat disatukan. Seperti senyawa polar yang akan berikatan dengan senyawa non polar. Bahkan perbedaan karakter itu kadang bisa tumbuh pada yang lain, yang pada mulanya tidak ada pada diri masing-masing. Maka, munculah konsep inokulasi integritas diri secara manual (hallaah!). Seringnya intensitas pertemuan, kadang bisa memunculkan karakter yang saling melengkapi. Tentu saja harus bersifat positif. Karena dari situlah cinta melahirkan sebuah misi mulia yang dibangun atas dasar cinta pada Sang Pemilik Cinta.
 
Lalu, lantunan doa Sang Imam pun menjadi penguat dalam setiap erat yang terjaga. Saat mentari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Hingga ia harus rela tenggelam dan bersinar di belahan bumi yang lain. Wirid pengikat itulah yang bisa jadi mengikat hati-hati yang berserakan. Melahirkan cinta dan menumbuhkan kelembutan. Karena beratnya beban yang harus dipikul dan lemahnya kuasa diri. Selalu ingin melantunkan doa pengikat itu, tak rela ditinggalkan atau meninggalkan. 

“Hembuskanlah dalam lisan, maknai di hati, bayangkan di pikiran, dan hadirkan Allah disetiap desahnya.” Pesan guru ngaji (semoga Allah merahmatinya) disaat pertemuan kecil dalam persinggahan ruhiyah.

Ah, ada apa ini? Rasanya seperti menumbuhkan karakter melankolis, romantis (haha..)

Hmm.. sudah hampir setahun bersama..

Tinggal hitungan bulan..

Kebersamaan yang pernah dirasakan selama ini, akan selalu dirindukan. Sahabat-sahabat perjuangan. Rindu berdiskusi. Rindu bertukar kabar. Rindu bergerak bersama, berpikir bersama, saling menasehati, makan bareng *penting, bahkan rindu duduk bersila di ruang segi empat berhijab itu. Memperhatikan dengan khusyuk strategi yang direncanakan (Hasyyaaah!). Menanggapinya dengan keterbatasan cara berpikir, mencerna lebih dalam  hasil yang disepakati. Kadang yang keras kepala, yang tidak rajin mencatat (uppst!), yang pernah datang telat, yang mengomel karena tulisan di papan tulis ga jelas (huffhh..) Dan semuanya terselesaikan dengan kata ‘afwan’. Seolah  itu adalah sebuah legitimasi untuk menyelesaikan semua kesalahan yang ada.

Sahabat, Jazakumullah khairan katsir

Semoga Allah selalu membersamai kita dan memberkahi perjuangan yang belum seberapa ini dibandingkan saudara-saudara kita di Gaza.

Sahabat, yuk selesaikan amanah ini dengan Khusnul khotimah ^^

Lalu, doa Sang Imam pun ingin selalu dilantunkan kembali:
Sesungguhnya Engkau tau
Bahwa hati ini tlah berpadu
Berhimpun dalam naungan Cinta-Mu
Bertemu dalam ketaatan
Bersatu dalam perjuangan
Menegakkan syari’at dalam kehidupan
Kuatkanlah ikatannya
Kekalkanlah cintanya
Tunjukilah jalan-jalanNya
Terangilah dengan cahya-Mu
Yang tiada pernah padam
Ya Robbi bimbinglah kami
………..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar