About me

Senin, 03 September 2012

selaksa rasa


Matahari bersinar mematangkan waktu. Membunuh kesunyian yang tak pernah bernapas lega. Ada sela asa yang tersisa. Timbul di hati. Mengeraskannya, kadang meluluhkannya. Ingin berteriak. Percuma. Ingin bertindak. Tak bisa.
Aaaarrrggghh… berkali-kali berteriak Aaaarrgggghhh… sambil mengepalkan tangan. Geram. Menghembuskan napas sepanjang-panjangnya. Aaarrrggghh.. lagi-lagi ber-Arrrggghh… Tentu saja hanya di dalam hati. Kadang-kadang melalui ekspresi. Tak jarang berintonasi.
Seandainya bisa berteriak. Berceramah seperti seorang khatib yang berkhutbah. Dengan semangat membara. Khusyuk dan didengarkan walaupun tetap saja ada yang mengantuk. Atau berpidato seperti Presiden. Tak boleh ada yang mengantuk apalagi tertidur, walalupun ada saja yang nakal sesekali buka sms. Atau seperti seorang Guru. Medidik dengan kasih sayang walaupun selalu saja ada yang membandel di kelas. Atau seperti Resepsionis. Atau seperti Reporter. Seperti Tour Guide. Seperti Murobbi. Seperti Sales. Seperti Pengacara. Atau apapun. Seperti mereka yang memberi tahu suatu kebaikan. Tapi, tetap saja. Sulit.
Bukan sulit. Hanya saja masalahnya di aku. Aku yang kadang hanya bisa ber-Aaarrgghhh… kesal. Mengomel. Menceracau. Curhat. Nulis di blog. Update status.  Menangis.  Atau hanya memendam dalam hati. Lagi-lagi masalahnya di aku. Hanya bisa diam. Melihat. Mendengar. Sulit bertindak. Aaaarrgghh… aku tahu masalahnya di aku.
Lihat saja disana. Oh bukan, disini. Di depan mata. Selaksa rasa membuncah, mempertanyakan. Mengapa begini, mengapa begitu. Harusnya begini, harusnya begitu.
Orang buang sampah sembarangan. Pengendara motor menerobos lampu merah. Perokok dimana-mana. Pejabat korupsi. Penipuan. Pencurian. Pemerkosaan. Aaaarrggghhh…. Lagi-lagi ber-Aaaarrggghh.. itu terjadi di Indonesiaku, di Serangku, di Bogorku. Adakah amalku untuk memperbaiki itu?
Lihat saja disana. Oh tidak, disini. Di depan mata. Remaja bau kencur berdua-duaan. Kesal sekali melihatnya. Lebih kesal lagi, kadang aku hanya lewat. Melirik. Tersenyum getir. Aaarrrgghh… kenapa hanya diam. Tidak bisakah berceramah seperti Khatib. Berpidato seperti Presiden. Mendidik seperti Guru. Untuk kesekian kalinya ber-Aaarrgghh… Rasanya ingin salto saja. Garuk-garuk tanah. Guling-guling di pasir. Jedotin kepala ke tembok. Kesal kesal kesal. Aaarrgghh…
Jangan-jangan hanya di Indonesia, motor berani menerobos lampu merah karena tidak ada polisi. Mungkin hanya di Bogor, angkot ngetem hingga berjam-jam membuat macet. Bisa jadi hanya di Serang, orang yang sebulan makan nasi putih saja dianggap bisa meramal masa depan. Atau jangan-jangan hanya di Banten, satu keluarga secara turun temurun berusaha menguasai jabatan politik. Mulai dari Pemimpin Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa,  RT, RW semuanya memiliki satu nasab yang sama.
Aaarrrgghh.. aku kesal tak bisa berbuat apa-apa. Aku kesal dengan aku yang belum bisa apa-apa.
Ingin rasanya mewujudkan realita kalau Bangsa Indonesia mayoritas beragama Muslim. Atau julukan yang sudah sangat melekat: BOGOR KOTA BERIMAN - SERANG KOTA BERTAKWA. Merealisasikannya dalam bentuk aksi nyata. Bukan skenario atau behind the sccene-nya saja. Atau hanya sekedar ocehan di meja bundar.  Tentu saja aku mencintai Indonesia dengan semua kemacetan lalu lintasnyanya. Cinta Serang yang ‘gersang’. Cinta Bogor beserta angkot-angkotnya. Aku cinta tanah airku. Aku peduli dengan negaraku. Bukan karena sekedar aku dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia. Jauh ada sebab lain membuatku cinta Indonesia. Sebab Indonesia mayoritas Muslim yang harus Beriman dan Bertakwa. Sebab dunia ini harus menyatu. Damai. Indah. Dan keindahan itu hanya ada pada satu Sumber.
Aku yakin Indonesia akan menjadi Negara besar yang sukses, adil, berhasil, dan makmur. Karena apa? Karena selama ini Indonesia terlalu banyak memiliki masalah yang sangat besar. Bahkan seorang Ustadz menjelakan analoginya yang membuatku yakin dengan janji Allah “fainna ma’al ‘usriyusro” sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Allah menggunakan kata “ma’a” yang menunjukkan sebuah kesetaraan, antara kesulitan dan kemudahan. Bahkan Allah mengulanginya dua kali, tetap menggunakan kata “ma’a” bukan “wa” (dan). Itu berarti Indonesia yang selama ini diselimuti ujian dan masalah yang besar, kelak ia akan menjadi Negara yang besar, sukses, berhasil, adil, dan makmur.
Indonesia Tersenyumlah. Janji Allah itu pasti. Mari mulai dari sini. Dari hati. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar