Oh bukan, saya tidak ingin membahas makna ketiga warna itu..
Apa (?) bendera? Partai? Hoho.. tidak juga.. terlalu awam untuk membahas itu.
Saya akan berceloteh tentang makanan. Hayo, makanan apa saja yang berwarna -kuning-putih-hitam-? (hayo apa hayo..hwaa..efek main tebak-tebakan). Mari kita bahas satu persatu
Makanan ini kerap menjadi santapan favorit kebanyakan orang. Kuning telur mengandung tinggi protein, lemak, dan kolesterol (tidak berbahaya). Kata kebanyakan orang, rasanya gurih dan sedikit kenyal kalau direbus atau diceplok. Sayang, saya tidak termasuk ke dalam kebanyakan orang itu. Mindset saya tidak sampai untuk mengakui kalau kuning telur itu rasanya enak. Tidak terselip keyword ‘enak’ di lipatan otak saya. Maka, jadilah saya termasuk kesedikitan orang yang tidak menyukai kuning telur.
Pernah suatu ketika, waktu masih jaman-jamannya belasan tahun (berasaimutimut). Waktu mau ikut lomba cerdas cermat, lawan saya dari sekolah lain, sebelum lomba dimulai masih sempet-sempetnya makan kuning telur. Mentah. Kebayang(?) kalau ibu kita masak telur ceplok, pecahin telur langsung masuk ke wajan. Tapi orang ini abis pecahin telur langsung masuk ke mulut. (oh no..). Karena muka saya yang innocent kala itu, Sang ibu anak tersebut menawarkan satu butir telur mentah, “adek mau? Enak loh.. biar pinter makan kuning telur, nanti pasti bisa jawab soal-soal lombanya”. Dan saya yang mengakui kala itu sangat innocent (kelewat polos dan kelaperan sebenarnya..), menyambut dengan sebuah anggukan. Meragukan. Maka, saya kupas kulit telur itu sedikit demi sedikit, lalu dengan perintah Sang Ibu, dibuanglah putih telurnya, dan saat saya mengintip sebundel kuning telur menari indah di dalam cangkangnya, mindset saya mulai mencari-cari keyword ‘enak’ untuk melahap si kuning telur itu. “Hidungnya sambil ditutup biar ga mual, enak kok enak”, kata sang anak sambil menyontohkan gerakan menutup hidung. Oh tidak, saya seperti dalam rayuan palsu untuk memasukan racun ke dalam tenggorokan. Rasanya saat itu sungguh sangat mengharapkan seorang pahlawan yang datang menyelamatkan dan menyadarkan saya dari kepolosan ini..
Naas memang, akhirnya kuning telur itu masuk ke dalam rongga mulut melewati lapisan bibir dan barisan gigi tanpa ada perlindungan dari goyangan sang lidah dan tajamnya geraham sedikitpun. Terlewati sudah ruas-ruas tenggorokan dengan bantuan air liur dan entah hinggap dimana kuning telur itu. Tapi seketekita itu juga, otak saya langsung berputus asa dan mengirimkan sinyal eror berkali-kali. Perut saya mulai bereaksi tak karuan. Kepala saya pusing tujuh keliling. Wajah innocent saya pun berubah menjadi pucat pasi dan ditambah keringat dingin yang muncul ditepian pelipis. Oh tidak, mulut saya diam seribu bahasa. Kuning telur itu seperti menari-nari di dalam perut, tak kunjung juga keluar dari rongga mulut ataupun lubang lainnya. Saya yang memang dari kecil tak pernah bisa muntah dan pingsan, menjadi sangat tersiksa dengan tarian ‘amburadul’ si kuning telur. Saya seperti ada di dunia lain dan tidak menyadari dengan keadaan sekitar.
Tiba-tiba munculah sang pahlawan itu, Ibu yang melihat kondisi saya seperti mayat hidup langsung bergegas membawa saya ke dalam sebuah ruangan dan menyuruh saya untuk meminum air putih bergelas-gelas. “Buat menetralisir”, kata ibu. Proses adaptasi dengan dunia nyata memakan waktu berjam-jam sampai akhirnya selesai sudah lomba cerdas cermat itu tanpa kehadiran saya. Tanpa menunggu berakhirnya penderitaan saya melawan kuning telur . Bertumpuklah sudah kekecewaan saya hari itu yang sudah memasukkan si kuning telur dan gagal mengikuti lomba cerdas cermat.
Sampai sekarang saya tidak pernah menemukan keyword ‘enak’ dilipatan otak saya untuk si kuning telur. Kalaupun saya makan telur ada 2 alternatif : yang pertama saya lebih memilih telur itu untuk didadar sehingga tidak ada lagi peranan si kuning telur (haha ga logis banget..) yang kedua saya akan mencari partner makan saat mengonsumsi telur ceplok, telur rebus, atau sejenisnya, saya yang akan makan telur putihnya saja dan jatah kuning telur akan saya berikan kepada partner saya (repot juga sih..) ;p
*Putih: Putih Susu
Ga usah kaget saya ga suka minum susu (putih). Karena dari dulu saya emang ga suka susu putih kecuali ASI. Entahlah termasuk inlactolerant atau tidak. Tapi kalau saya memasukkan seteguk susu murni ke dalam tenggorokan maka saat itu juga, perut saya langsung memberikan sinyal-sinyal eror dan akhirnya ‘menci-menci’ lah sudah…
Agar tetap sehat dan bisa minum susu, saya mengonsumsi susu rasa cokelat dan strowberi. Memang, nilai gizinya jauh lebih rendah dibandingkan susu murni berwarna putih. Tapi saya tidak mau mengambil resiko respon ‘aneh’ di usus, otak, tenggorokan ataupun organ lainnya (haha alibi..)
Tapi anehnya saya suka es campur yang ditambah susu putih, saya suka kopi yang dicampur susu putih, saya juga suka keju hasil sampingan produk susu. Saya hanya tidak suka susu putih murni tanpa campuran apapun.. (ribet yak..;p)
*Hitam: Hitam kopi
Ketidaksukaan saya terhadap kopi baru saya alami sejak tingkat 2 kuliah disini. Dulu, saya sangat bersahabat dengan biji hitam yang wangi ini. Saking bersahabatnya kopi menjadi salah satu teman sejati dikala mengerjakan tugas-tugas kampus hingga larut malam. Sampailah pada saat yang menyadarkan saya, bahwa saya hampir tersiksa karena biji hitam itu.
Disuatu malam, saya yang berprofesi sebagai pekerja laporan full time ingin menyelesaikan kerjaan tersebut malam itu juga. Alhasil kopi menjadi salah satu target teman sejati. Jam dua belas malam, bablas. Jam satu-dua malam, bablas. Akhirnya mata saya masih tetap terjaga hingga jam empat dini hari. Karena khawatir tertinggal subuh, maka saya tahan kelopak mata untuk tidak layu. Berhasil. Itu adalah hari seumur hidup saya tidak tidur semalaman. Hingga keesokan harinya, barulah terasa betapa beratnya kelopak mata seperti tanaman yang sudah lama tidak disiram apalagi diberi pupuk.
Pagi itu kuliah seperti biasa, dan dosen yang mengajar adalah dosen yang sudah memberi kesepakatan kalau mahasiswa tidur di kelas maka dia akan diserbu dengan berbagai pertanyaan. Tidak mau mempermalukan diri di kelas, akhirnya saya lagi-lagi memilih kopi untuk menjadi teman sejati. Akhirnya di pagi hari itu juga saya mengonsumsi kopi kembali tanpa mengonsumsi karbohidrat terlebih dahulu. Siang ba’da dzuhur, saya dipertemukan dengan nasi dan lauk. Tanpa saya sadari, saya memesan minum es kopi susu (oke, saya tau saya parah dan salah, dan saya bertobat berkali-kali). Selang beberapa jam, jantung saya berdegup kencang, lebih kencang dari sekedar melihat seseorang yang kita kagumi (?). Lebih sakit dari itu. Dan alhasil saya tergeletak di tempat tidur dua hari satu malam. Semenjak itu, sejak saya meneguk satu sendok kopi rasanya jantung ini berdegup kencang tidak bisa menerima komponen senyawa yang tersusun rapi di dalam kopi, antigen di dalam tubuh seperti sudah menganggap kopi sebagai zat asing yang tidak bisa dikenali. Akhirnya semenjak itu saya tidak pernah, tidak bisa, dan tidak ingin lagi menjadikan kopi sebagai teman sejati (huhuhu…)
Mungkin ini sepele hanya masalah mindset yang sebenarnya bisa diubah dengan cara –dipaksa-, tapi tidak semudah itu ternyata. Saat umur belasan tahun pun, pernah ada segerombolan sahabat (sahabat tidak berprikemanusiaan) yang ingin memberi kejutan di hari ulang tahun. Tiba-tiba saja saat itu mata saya langsung ditutup dengan sebuah kain dan digiring menuju sebuah tempat. Saya yang saat itu berusaha berprasangka baik berharap bahwa nanti saat membuka mata sedang berada di hamparan bunga-bunga yang sangat indah atau dihadapan saya ada setumpuk tangkai mawar merah yang dirangkai dengan cantik.. (huwaaa pasti romantis..) Tapi tidak! Tiba-tiba saya disuruh menganga lebar. Saat itu saya masih berharap bahwa akan disuapi strawberry cheese cake.. Tapi lagi-lagi tidak! Saya mencium bau tidak enak. Susu putih dan kuning telur! Maka seketika itu juga dengan menggenapkan jiwa raga dan mengumpulkan saripati hati berusaha meloloskan diri dari sergapan marabahaya (haha kacau!)
Okey, Hikmahnya….hmm…
Mari bersyukur dengan kondisi apapun, masing-masing dari kita memiliki rasa suka dan tidak suka terhadap sesuatu. Tetap tidak bersikap mubadzir, dan tetap melakukan semuanya karena Allah..
Cheers:D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar