Istilah santri kampus memang agak aneh di pendengaran. Istilah ini bermula dari teman sekelas saya yang nyeletuk setelah dia berkunjung ke kosan saya melalui pintu depan yang terpampang tulisan “Ponpes Al Iffah IPB”. Sepertinya cukup berat kata-kata ponpes baginya. Awalnya saya agak tersinggung dibilang santri kampus, apalagi ditambah dengan gaya bicaranya yang selengean sambil tertawa-tawa. Santri kampus? Sungguh sangat berat julukan itu. Kata santri yang identik dengan orang yang pintar agama, pandai berbahasa arab, hafal berbagai hadist dan surat Al Quran, berakhlaq santun, berkata lembut, sungguh-sungguh berat julukan itu. Ditambah embel-embel kampus. Seolah-olah santri yang satu ini benar-benar menguasai permasalahan dunia dan akherat, mengetahui pergerakan kampus, aktif diberbagai lembaga kampus dengan tetap menerapkan nilai-nilai islam. Berat bukan penjabarannya? Tak mau berlama-lama dengan kegalauan julukan tersebut, saya mencoba meluruskan niat untuk mencari nilai positif yang bisa diambil.
Sebenarnya ada banyak mahasiswa yang bisa mendapatkan julukan seperti itu. Di Ponpes Al Iffah IPB saya tinggal bersama 70 mahasiswa yang lain. Sempat terpikir, seandainya julukan itu benar-benar melekat pada kami dengan penjabaran istilah santri kampus yang sesuai dengan realita karakter kami, betapa membanggakan ponpes tersebut yang sudah mencetak santri kampus-santri kampus yang berdaya guna di masyarakat. Hal ini benar-benar bisa menjadi realita apabila setiap individu ‘santri kampus’ tersebut memiliki effort untuk menjadikan karakter dirinya seperti penjabaran istilah santri kampus.
70 kepala berarti 70 karakter yang berbeda-beda. Inilah yang membuat ponpes kami selalu jauh dari sepi. Ponpes ini membina santrinya menjadi seorang muslimah yang selalu menjadikan dakwah sebagai panglima dan selalu terdepan dalam kebaikan. Hal ini terlihat dari visi ponpes yang terpasang cantik di dinding mushola kami. Tapi jangan tanya apakah santri di ponpes ini mahir berbahasa arab, hafal semua hadist dan ayat Al Quran, bisa membaca kitab kuning atau aktivitas ponpes pada umumnya karena jawabannya adalah tidak. Tidak semua santri mahir berbahasa arab, tidak semua hadist kami hafal, dan kami pun tidak bisa membaca kitab kuning. Semuanya belum terprogram di ponpes kami. Kami memilih ponpes ini karena disini kami dibina untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah, melakukan segala aktivitas berlandaskan hukum islam, dan bertemu dengan mahasiswa lain yang memiliki tujuan yang sama. Semua itu bisa menjadi benteng diri kami dalam menjalani aktivitas kampus yang heterogen serta bekal kami setelah lulus nanti. Banyak sekali input yang bisa kami peroleh: dari al ustadz Achmad yang selalu memberikan ilmu dan nasehat setiap akhir pekan atau kapanpun kami membutuhkan nasehat itu, dari buku-buku yang tersusun rapi di perpustakaan mushola, dan yang pasti pengingatan dari teman sekamar, teman selorong, bahkan teman satu Al Iffah.
Saling mengingatkan. Ya itulah yang sering kami lakukan. Mulai dari mengingatkan untuk sholat berjamaah, untuk bangun di tengah malam, untuk sahur bersama, untuk hadir ta’lim dan kultum, untuk menggunakan air seperlunya, untuk mencuci baju-baju yang sudah direndam, untuk mengangkat jemuran yang sudah kering, untuk menyimpan sepatu di rak masing-masing dengan rapi, untuk piket kamar mandi, untuk membukakan pintu jika ada tamu, juga untuk menjaga hewan peliharaan, atau pengingatan lain yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi kami. Semuanya kami lakukan karena kami berada pada sebuah sistem yang sudah kami sepakati. Sistem yang sebenarnya adalah rambu-rambu kami dalam melakukan aktivitas di ponpes ini. Indah bukan ponpes kami?
Ponpes ini memang berbeda dari ponpes-ponpes yang lain. Kami adalah mahasiswa yang memiliki jiwa pergerakan. Kami tidak hanya kuliah di kampus, kami pun mengikuti berbagai organisasi. Pergerakan di kampus kadang membuat kami merasa lelah: berangkat kuliah, praktikum, melakukan rapat, konsultasi dengan dosen, mengikuti seminar atau acara-acara mahasiswa di kampus ataupun menjadi panitia event yang diadakan di kampus, sehingga ponpes adalah tempat yang paling nyaman bagi kami untuk beristirahat, untuk melepas segala peluh yang sudah kami lakukan hampir seharian di kampus. Mungkin inilah yang menyebabkan kami harus selalu diingatkan. Tapi kami menyadari kami adalah mahasiswa yang seharusnya cerdas dalam bersikap dan berpikir, tidak melakukan kesalahan yang sama berkali-kali, ataupun tidak mengambil hak orang lain yang bukan menjadi hak kami. Inilah yang harus kami latih pada diri kami, kami harus senantiasa merasa diawasi oleh Sang Pencipta kami.
Sistem yang ada pada ponpes kami, sudah kami buat dan kami sepakati di awal. Dalam proses menjalani sistem tersebut tidak akan terlepas dari peran seorang pemimpin. Kami memiliki seorang pemimpin dan wakilnya serta jejeran para menteri. Tidak mudah menjadi sosok pemimpin di ponpes kami, mengatur 70 kepala dengan 70 karakter yang berbeda-beda. Tapi bagaimanapun kepemimpinan adalah sesuatu yang niscaya atau harus ada. Begitupun kata Rosulullah setiap diri adalah pemimpin. Kami harus memimpin diri kami ke jalan Allah. Sehingga esensi seorang pemimpin adalah membawa yang dipimpin ke jalan Allah swt. Seperti yang dikatakan Ustadz Achmad, syarat sang pemimpin adalah harus ikhlas dan yang dipimpin harus diarahkan supaya ikhlas. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam QS Al Hajj: 41. Ustadz berpesan agar ayat ini menjadi pegangan dalam kepemimpinan di level apapun.
Seorang pemimpin harus memiliki strategi untuk mencapai visi dan misi, untuk membuat yang dipimpin mentaati semua sistem yang sudah dibuat, dan yang pasti untuk membawa yang dipimpin ke jalan Allah. Di dalam kepemimpinan Rosulullah, beliau pun membuat strategi membaginya dalam periode Mekah dan periode Madinah. Dakwah secara sembunyi-sembunyi dan dakwah secara terbuka. Beliaupun melakukan kaderisasi. Beliaupun membagi pengikutnya pada level-level tertentu, dan mengamanahkan tugas sesuai kapasitas yang dimiliki pengikutnya. Hal intensif yang beliau lakukan adalah pendekatan personal kepada para pengikutnya. Beliau sering mengadakan majelis-majelis untuk berdiskusi langsung. Untuk mendengar kondisi pengikutnya sekaligus memberikan arahan. Beliau membimbing pengikutnya kepada Allah. Beliau adalah sosok presiden yang ideal.
Belajar dari kepemimpinan Rosulullah, ponpes kami pun harus memiliki strategi dalam sistem kepemimpinan yang akan dibentuk. 70 kepala berarti ada 70 karakter yang berbeda-beda. Ini tak sebanding dengan pengikut Rosulullah yang jumlahnya adalah ratusan ribu. Mengikuti strategi Rosulullah yang membagi pengikutnya menjadi beberapa level tertentu, maka santri-santri ponpes kami pun harus memiliki level kekuasaan. Seperti Presiden, Wakil Presiden, Menteri-menteri, Para Gubernur, serta staf khusus yang menjadi penguat dalam sistem kepemimpinan. Di dalam sebuah forum diskusi bersama Anis Matta pada acara Halal Bihalal dikatakan bahwa hal terpenting yang harus dilakukan saat ini di dalam sebuah kepemimpinan adalah distribusi kekuasaan dan dialog cerdas. Kekuasaan itu harus terdistribusi secara merata di setiap elemen. Agar hal itu terpenuhi maka harus ada dialog pada level-level yang sudah dibuat. Manusia akan lebih tersentuh jika berbicara dari hati ke hati. Begitupun yang dilakukan Rosullah, beliau sering melakukan dialog khusus personal dengan para sahabat, mengajarkannya langsung dan membenarkannya dikala salah. Beliau dengan sabar membimbing para pengikutnya. Inilah yang mungkin seharusnya diterapkan pada sistem ponpes kami. Dialog cerdas pada masing-masing individu. Dialog cerdas yang terus dilakukan dengan sabar. Ya, dialog cerdas bukan kata-kata menyalahkan atau menghakimi. Dialog cerdas yang harus terus menerus dilatih. Suatu kemampuan yang tidak semua orang memilikinya tetapi bisa dimiliki dengan sebuah kepedulian dari hati untuk menjaga hati orang lain. Dialog cerdas yang harus dilakukan dengan sabar dan secara kontinu. Dan ini tidak bisa dilakukan seorang diri, harus ada tim yang dapat melakukan dialog cerdas. Hingga yang menjadi bahan dialog dapat terdistribusi dengan baik. Wallahu’alam bishawab.
jadi kangen al iffah :)
BalasHapusKakak minta id line boleh? pengen nanya lebih lanjut ttg ponpes ini kak
BalasHapus