About me

Rabu, 25 Januari 2012

Haura-1

Malam itu bintang sangat indah, mereka sedang bermesraan dengan langit setelah siang tadi langit bermesraan dengan mentari. Malam ini bintanglah yang menjadi primadona langit hitam itu. Haura sangat senang bisa meihat bintang di halaman rumahnya. Matanya berbinar-binar, jari telunjuknya terangkat ke atas seperti sedang menghitung banyaknya bintang di langit sana. 
Seketika ia teringat dengan peristiwa seminggu yang lalu ketika ia dan umminya pergi ke pasar untuk beli sayuran, ikan, dan keperluan memasak hari itu. 
Keningnya mengernyit, matanya ia sipitkan dan tangannya mengaruk-garuk kepala pertanda sebuah pertanyaan muncul di benaknya. Dan seketika itu pula umminya datang menghampiri sambil membelai lembut rambut lurus hitam sebahunya.


Haura sangat senang. Dalam kondisi seperti ini, umminyalah yang sangat ia butuhkan untuk diajak bercerita dan ia sangat senang mendengar jawaban-jawaban umminya yang sangat membuka cakrawala berpikirnya.



"Ummi.... bintangnya cantik ya.." ucap Haura sambil menggenggam tangan sang Ummi. Umminya tersenyum menggangguk sambil merubah posisi duduknya lebih mendekat dengan putri cantiknya.


"Ummi, Haura jadi ingat seminggu yang lalu saat kita pergi ke pasar. Saat Ummi sibuk memilih ikan segar, Haura melihat kesekililing pasar. Disana banyak pedagang ya ummi. Waktu itu Haura lihat ada seorang pedagang yang menjual barang dagangannya untuk dijual lagi. Ummi tau, pedagang itu memberikan dagangannya, lalu berkata kepada orang tersebut kalau nanti keuntungannya akan dibagi dua. Lalu orang kedua muncul, ia memberikan barang dagangannya lagi dan berkata keuntungannya nanti dibagi dua juga." 


Haura berhenti sejenak, masih dengan kernyitan di keningnya.


Umminya memperhatikan rona wajah putrinya. Ia berusaha memasuki alur pikir Haura. Semakin hari, cara berpikir putrinya semakin membuatnya harus lebih banyak membaca buku.


"Ummi, kenapa pedagang itu harus membagi keuntungan? bukankah kalau di bagi dia jadi rugi?"


"hmm... iya betul sayang, keuntungan untuk diri sendiri akan jauh lebih banyak dibanding harus membaginya dengan orang lain. Tapi sang pedagang tadi meminta tolong kepada orang lain untuk menjual barangnya, semakin banyak barangnya yang terjual maka keuntungan yang didapat akan semakin banyak. Dan ia harus membaginya sebagai ucapan terima kasih. Namun, pedagang itu akan rugi kalau yang membantu menjual dagangannya tidak jujur."


Haura tersenyum, namun masih melanjutkan pertanyaannya. "Ummi ada ga ya pedagang yang selalu untung ga pernah rugi? Hehe" Haura bertanya seolah jawabannya adalah tidak ada, dimana-mana kalo jualan pasti ada untung dan ruginya.


"Ada" Umminya menjawab.
"Oya?" Mata Haura sedikit lebih membesar. Disambut dengan anggukan Sang Ummi.


 "Kita adalah pedagang yang selalu untung."


"Kita? emang kita jualan apa Ummi?"


"Menjual semua yang kita punya. Keimanan kita, harga diri kita, harta kita, semuanya kita jual. Dan Allah lah yang akan membelinya. Allah akan menggantinya dengan Surga. Dan itu adalah keuntungan yang saaaangaaat besar."


Haura mengangguk-angguk mencerna perkataan umminya dengan mata yang berbinar-binar.
"Ooh berarti semua yang kita punya sebenarnya punya Allah ya Ummi? Dan kita dibeli dengan harga surga? Waahh.. disana, mau apa aja ada kan ummi?"
Umminya mengangguk sambil tersenyum.


"Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung" (Qs. At Taubah:111)


Percakapan mereka tak berhenti sampai disitu. Dalam benak Haura selalu tersimpan banyak pertanyaan. 


"Ummi, gimana ya caranya biar kita jadi pedagang yang selalu beruntung dan mendapat surganya Allah?"ucap Haura, matanya menerawang melihat jutaan bintang di langit.


"Hmm.. kita harus selalu jadi pedagang yang baik. Tau ga sayang, di dalam tubuh kita akal-lah yang menjadi pedagang*." jawab umminya, sambil mengingat-ingat sebuah buku yang pernah ia baca.


"Akal? Kenapa akal ummi? kenapa bukan kaki, kan kaki yang menuntun kita melangkah? Kenapa bukan mulut, kan mulut yang selalu mengatakan mau apa?"Umminya tersenyum mendengar pertanyaan putrinya


"Karena Allah memberikan akal untuk membuat tujuan kaki melangkah dan mulut bicara. Karena akallah yang dapat mengetahui dan memahami dalam diri manusia, akal juga memuat dan memahami kebenaran serta  mempraktekkan dan mengikuti kebenaran itu*."


"Ummi, mungkinkah akal kita  melakukan kesalahan?" nadanya sedikit lebih rendah, rona wajahnya seperti menyimpan ketakutan.


"Sangat mungkin Sayang. Akal kita terlalu lemah jika tidak mengingat Allah. Jadi kita harus selalu ingat Allah agar akal kita tidak melakukan kesalahan. Dan kita terhindar dari dosa*"


"Ummi, mungkinkah seseorang hidup selama satu bulan tidak melakukan dosa?"


"hmm... sepertinya sulit Sayang, karena satu bulan adalah waktu yang sangat mungkin manusia melakukan dosa."


"Kalau satu minggu Ummi?"


"hmm..satu minggu juga tidak mungkin, tujuh hari waktu yang cukup lama. Dan manusia sangat mungkin melakukan dosa."


"Kalau satu hari ummi?"


"Dalam satu hari, masih banyak manusia yang melakukan dosa"


"Kalau satu menit?"


"Godaan berbuat dosa juga bisa muncul dalam hitungan menit."


"Kalau satu detik Ummi?"


"hmmm..... Insya Allah Sayang.." 


"Baiklah Ummi, kalau begitu Haura akan hidup dari detik ke detik untuk selalu mengingat Allah. Agar akal Haura tidak melakukan kesalahan. Agar Haura bisa jadi pedagang yang sangaaaat beruntung."


* buku Tazkiyatun Nafs -Sa'id Hawa-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar